Family

Archive for the ‘kuliner’ Category

Masa pra sekolah, yang dalam dokumen kerja Konvensi Hak Anak (KHA) tahun 1989 didefinisikan sebagai rentang usia 0 (sejak lahir) sampai 8 tahun, merupakan masa yang sangat penting dalam kehidupan. Pada masa ini -yang juga sering disebut masa kanak-kanak- manusia berada pada periode yang sangat sensitif, yang ditandai oleh perubahan cepat dalam perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional.

Begitu pentingnya masa pra sekolah, maka kurangnya nutrisi, perhatian, dan perlakuan yang baik, dapat merusak kepribadian anak yang efeknya sering terasa sampai remaja. Anak-anak yang mendapatkan perhatian sangat buruk, misalnya jarang mendengar bahasa/ucapan (seperti terjadi di panti-panti asuhan), dapat berakibat pada gangguan perkembangan yang sulit diperbaiki di hari kemudian. Sebaliknya, anak-anak yang mendapatkan perawatan dan pendidikan yang bagus, dapat meningkatkan kesejahteraan mereka selama tahun-tahun permulaan dan akan membantu kemampuan komunikasi pada masa-masa berikutnya. Oleh karena itu, wajar bila KHA menempatkan kepentingan anak dan perkembangannya sebagai perhatian utama.

KHA telah mengingatkan banyak negara pada kewajibannya untuk mengembangkan kebijakan menyeluruh yang meliputi kesehatan, perawatan, dan pendidikan bagi anak. Intinya, pendidikan anak hams langsung dihubungkan dengan hak-hak mereka untuk mengembangkan kepribadian, bakat, serta kemampuan mental dan fisik sejak lahir.

PAKET NUTRISI-PENDIDIKAN

Dewasa ini, setiap tahun lebih dari 10 juta anak meninggal di bawah usia 5 tahun. Tentu, ini sebuah pemandangan yang sangat memprihatinkan. Asupan nutrisi yang buruk ditengarai sebagai penyebab utama.

Nutrisi buruk bukan hanya menyebabkan kematian pada usia sangat muda, tetapi juga berdampak negatif pada partisipasi dan prestasi anak di sekolah. Anak-anak yang terhambat perkembangannya (stunted) akibat mengonsumsi nutrisi buruk, pada gilirannya akan lebih besar kemungkinannya untuk tidak bersekolah, atau bahkan seringkali terlambat mendaftar ke sekolah dan kemudian putus sekolah. Kekurangan nutrisi selama tahun-tahun awal juga dapat merusak perkembagan bahasa, gerak atau aktivitas motorik, dan sosio-emosional.

Beberapa studi intemasional menunjukkan bahwa pemberian nutrisi dalam setting pendidikan berimplikasi sangat positif bagi perkembangan anak. Program-program perawatan dan pendidikan anak usia pra sekolah (Early Childhood Care & Education/ECCE) dalam satu paket terbukti mampu meningkatkan kebugaran fisik, keterampilan bahasa dan kognitif, serta meningkatkan perkembangan sosial dan emosi anak.

Implikasi selanjutnya dari paket nutrisi-pendidikan adalah meningkatnya partisipasi anak dalam pendidikan sekolah dasar maupunjenjang pendidikan yang lebih tinggi. Anak-anak tersebut juga cenderung menunjukkan prestasi belajaryang mengagumkan. Di Inggris, misalnya, anak-anak yang memperoleh program pemberian nutrisi dan pendidikan dalam satu paket, terbukti menunjukkan peningkatan kemampuan intelektual yang membaik, mandiri, mudah berkonsentrasi, dan sikap sosial yang positif selama tiga tahun pertama di SD.

Studi sejenis di beberapa negara berkembang juga menunjukkan hubungan positif antara partisipasi pada program pendidikan pra sekolah dengan pendaftaran di sekolah dasar. Sekitar 95% anak-anak yang mengikuti program pendidikan pra sekolah melanjutkan ke sekolah dasar, dibanding dengan 75% anak yang tidak mengikuti program sejenis. Prestasi belajar anak-anak yang mengikuti pendidikan para sekolah juga terbukti lebih tinggi secara signifikan dibanding anak-anak yang sebelumnya tidak mengikuti pendidikan serupa, yang hal itu tampak pada ulangan akhir kelas satu.

Bukti yang paling banyak dikutip tentang pentingnya program pendidikan pra sekolah ini adalah studi longitudinal High Scope Perry Preschool Program di Amerika Serikat. Antara tahun 1962-1967, program ini memfokuskan penelitiannya pada anak-anak Amerika keturunan Afrika dari keluarga berpenghasilan rendah yang punya risiko putus sekolah. Anak-anak ini, baik dari kelompok peserta maupun kontrol, lantas ditelusuri setiap tahun dari usia 3 hingga 11 tahun, dan beberapa kali sampai mereka berusia 40 tahun.

Faktanya, anak-anak yang mengikuti pendidikan pra sekolah terbukti mampu meningkatkan IQ-nya pada usia 5 tahun. Lebih dari itu, tingkat kelulusan mereka juga lebih tinggi di sekoiah menengah, dan pendapatan yang lebih tinggi pula pada usia 40 tahun. Analisis rinci menunjukkan bahwa program ini menghasilkan rasio manfaat/biaya 17:1.

ANGKA PARTISIPASI

International Standard Classification of Education (ISCED) mendefinisikan pendidikan pra sekolah sebagai program-program yang menawarkan serangkaian kegiatan pembelajaran yang terstruktur dan memiliki tujuan yang jelas, baik dalam lembaga resmi maupun dalam setting lembaga non formal. Pemerintah memainkan peran penting dalam memberikan layanan program untuk anak usia tiga tahun atau lebih, dan relatif lebih terbatas untuk usia di bawah tiga tahun.

Usia tiga tahun menjadi usia resmi permulaan pendidikan pra sekolah dasar di 70% negara-negara di dunia. Di seluruh dunia, jumlah anak yang mendaftar di pendidikan pra sekolah berkembang menjadi tiga kali lipat selama tiga dekade terakhir, naikdari 44juta pada pertengahan tahun 1970-an menjadi 124juta pada tahun 2004. Dalam kurun tahun 1975 hingga 2004, Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan pra sekolah di dunia telah naik lebih dari dua kali lipat, dari 17% menjadi 37%.

Di negara-negara maju dan negara-negara transisi, APK pendidikan pra sekolah mengalami kenaikan luarbiasa, dari sekitar 40% tahun 1970 menjadi 73% tahun 2004. Tetapi, di negara-negara berkembang kondisinya masih memprihatinkan. Pada tahun 1975 rata-rata kurang dari 1 dari 10 anak yang mendaftar ke lembaga pendidikan pra sekolah. Pada akhir tahun 2004, naik menjadi sekitar 1 dari 3 anak (32%).

Yang juga perlu dicermati, terdapat perbedaan regional yang mencolok dalam trend partisipasi pendidikan pra sekolah sejak tahun 1970-an. Di Amerika Latin dan Karibia, misalnya, tiga per empat dari negara-negara di kawasan ini sekarang memiliki APK pra sekolah di atas 75%. Di Amerika Utara dan Eropa Barat, hampir seluruh negara di kawasan ini memiliki APK di atas 60%, bahkan separuhnya memiliki APK hampir 100%. Sedangkan di sub Sahara Afrika, meskipun ada peningkatan sejak tahun 1970-an, namun separuh dari negara di kawasan ini memiliki APK lebih rendahdari 10%.

Di kawasan Asia Timur, jumlah anak-anak yang mendaftar ke pendidikan pra sekolah menurun hampir 10%, terutama karena tren di Cina setelah ekspansi besar-besaran (pendaftaran meningkat dari 6,2 juta tahun 1976 menjadi 24 juta tahun 1999) sebelum turun menjadi 20 juta pada tahun 2004 karena populasi anak usia 0-5 tahun berkurang. Masih di Asia Timur, APK kurang dari 10% terdapat di Kamboja. Sedangkan di Korea, Malaysia, dan Thailand, APK pendidikan pra sekolah sudah mencapai hampir 100%.

Kendati begitu, dari 52 negara dengan APK kurang dari 30%, sebagian besar berada di kawasan sub Sahara Afrika dan negara-negara Arab. Indonesia, dengan APK pendidikan pra sekolah saat ini yang masih sekitar 32,8 % masuk dalam kelompok ini.

Di negara-negara berkembang, kualifikasi awal bagi guru-guru pendidikan pra sekolah sangat beragam, mulai dari setingkat sekolah lanjutan tingkat atas sampai perguruan tinggi. Kadang-kadang persyaratan formal untuk menjadi guru pendidikan pra sekolah diabaikan. Untuk meningkatkan kompetensinya, mereka memperoleh sedikit pelatihan -selalu lebih sedikit dari pada guru-guru SD. Sementara di kebanyakan negara industri, kualifikasi untuk menjadi guru pra sekolah biasanya lulusan perguruan tinggi dan mendapat pelatihan khusus.

Menarik juga dicermati, baik di negara maju maupun berkembang, hampir semua guru pendidikan pra sekolah adalah wanita. Hal ini mencerminkan layanan pra sekolah sebagai kepanjangan peran ibu.

Di banyak negara berpenghasilan menengah, data yang ada menunjukkan bahwa penghasilan guru pra sekolah dan guru SD sama. Disparitas penghasilan terjadi antara guru pra sekolah

dengan staf lain, serta antara mereka yang bekerja di sistem formal dengan mereka yang bekerja dalam lembaga pendidikan non formal. Beberapa negara, seperti Inggris, mulai mengurangi kesenjangan penghasilan antara pendidikan dan pekerja perawatan anak dengan memberlakukan standar upah minimum dalam layanan pra sekolah.

PROGRAM BERMUTU

Sejauh ini, tidakada satu model layanan pendidikan pra sekolah yang dapatditerapkan secara seragam di semua negara. Praktik-praktik perawatan anak oleh orangtua (parenting) berbeda di seluruh dunia. Oleh karena itu, program-program untuk anak pra sekolah hams mengenali perbedaan tersebut dan memastikan bahwa relevan dan seprogram dengan konteks dan kelompok-kelompok anak yang menjadi sasaran.

Apabila kita menginginkan agar anak-anak memperoleh manfaat dari kegiatan belajar yang bermutu pada masa kanak-kanak, maka pemerintah bersama para pemangku kepentingan lain harus mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan yang baik (sound) demi mereka. Empat area yang harus diperhatikan: akses, tata kelola, mutu, dan pendanaan -termasuk menargetkan kelompok yang kurang beruntung dan bermitra dengan lembaga terkait.

Sejakakhirtahun 1980, banyak negara menetapkan departemen pendidikan sebagai lembaga inti (lead) yang menangani layanan anak sejak lahir. Hal ini memang memudahkan peningkatan perhatian pada pembelajaran anak-anak dan transisi mereka ke SD. Tetapi, karena layanan pendidikan pra sekolah sering tidak wajib, maka harus berjuang untuk mendapatkan perhatian dan sumber daya di dalam departemen. Belum lagi himpitan persoalan lain berupa tekanan dari orang tua dan masyarakat agar memberikan pelajaran formal seperti pada sekolah dasar.

Tanpa melihat siapa yang menjadi lembaga inti, diperlukan koordinasi dengan lembaga dan sektor terlibat. Mekanisme koordinasi menyediakan satu forum untuk mencapai visi bersama yang meliputi sumber daya, standar, regulasi, pelatihan dan staffing. Sering lembaga yang mengkoordinir layanan pra sekolah memiliki sedikit staf dan hanya berperan sebagai pemberi nasihat sehingga kemampuannya terbatas untuk mendorong agenda layanan pra sekolah.

Sering pula diusulkan agar layanan pendidikan pra sekolah didesentraslisasikan sehingga lebih bisa diadaptasi sesuai kebutuhan dan situasi setempat. Akan tetapi, dalam praktiknya hal ini dapat menyebabkan ketidakmerataan implementasi kebijakan terkait akses dan mutu. Di banyak negara, desentralisasi di tahun 1990-an malah memperburuk ketidakadilan antara masyarakat mampu di perkotaan dan masyarakat miskin di pedesaan, dan telah mengarah pada penurunan mutu dan lingkup layanan Taman Kanak-kanak (TK). Sejak itu orang mengakui bahwa desentralisasi harus dibarengi dengan supervisi dan regulasi pemerintah pusat secara efektif.


data pribadi

kelahiran di yogyakarta,9 Juli tempat tinggal di Bumi Prayudan
April 2024
S S R K J S M
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  

Laman

Komentar Terbaru

anitaanggraini pada 5 strategi keuangan pasangan b…

Blog Stats

  • 10.659 hits